SEPISAUPI - SUTARDJI CALZOUM BAHRI (1973)
sepisau luka sepisau duri
sepikul dosa sepukau sepi
sepisau duka serisau diri
sepisau sepi sepisau nyanyi
sepisaupa sepisaupi
sepisapanya sepikau sepi
sepisaupa sepisaupi
sepikul diri keranjang duri
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sepisaupa sepisaupi
sampai pisauNya ke dalam nyanyi
Parafrasenya :
Sepisau luka sepisau duri merupakan bentuk luka yang yang teramat sangat
yang pernah dialami, penggambaran dari dosa yang telah dilakukan dan
membuat penyesalan yang mendalam,kerena dosa yang telah dilakukan
membuat perenungan dalam kesendirian, ketika kesendirian itu yang
dirasakan hanyalah penyesalan sepisaupa sepisaupi pelukisan akan pisau
dan sepi seolah-olah kesendirian yang menyakitkan, sepisapanya sepikau
sepi disini takadalagi sapaan kerena kesepian yang telah dialami,
sepisaupa sepisaupi pengulangan kata ini adalah penguatan tentang
kesepian, sepikul diri keranjang duri adalah siksaan kesepian yang
dialami sendiri dan harus ditanggung olehnya tanpa seorangpun yang
membantu, sepisaupa sepisaupi penguatan kesepian yang dialami
terulang-ulang sampai akhir yang selalu mendramatisir kisah kesendirian
ini, sampai pisauNya ke dalam nyanyi kesedihan akan kesepian selalu
menghantui diri selamanya seakan-akan irama kesepian bagai lagu dalam
hati.
Analisis Puisi
1. Puisi tersebut terdiri dari kata: sepi, pisau,
sapa, dll
2. Ketiga kata tersebut yang mewakili penyair
dalam mengungkapkan perasaanya.
3. Penggabungan ketiga kata itu menjadi
sepisau, sepisaupi, sepisaupa. dan
sepisapanya.
4. Arti sepi dan pisau digabungkan menjadi
makna sepi seperti pisau menusuk
hati.
5. Arti kata sepi digabungkan dengan sapa
menjadi makna sapanya dalam sepi
itu
menusuk dalam hati.
6. Arti kata sepi degan pikul digabungkan
bermakna sepikul dosa, sepikul dosa
itu
terasa berat dan sepi mencekam.
7.Dengan demikian, puisi tersebut bermaksud
dosa itu menimbulkan derita seperti
tusukan
duri dan pisau yang membuat sepi terasing.
Pertama kali membaca-cerna sajak di atas,
yang terlintas dalam ruang kepala saya adalah tentang pemberontakan
Bachri atas situasi yang bernama ‘sepi dan sunyi’. Sepi dan sunyi karena
terasing merasa bersalah dan dosa, ‘sepikul diri keranjang duri’.
Lantaran itu, Bachri memberontak. Penanda bahwa Bachri sudah sedang
memberontak adalah ‘pisau’.
Hanya dalam dan dengan melalui ‘pisau’
yang memang harus bernai mencabik-cabik sepi itu, maka segala risau dan
sunyi diri tercerabut-burai. Dan akan menjadi suatu kelegaan yang
paripurna jika ‘sampai pisauNya kedalam nyanyi’. ‘Nya’ di sini adalah
kekuatan lain di luar diri pribadi, yakni (mungkin) Tuhan.
Rupa-rupanya terlalu (sangat) sederhana
bagi segenap pembaca tentunya untuk menjelmakan apa makna sajak Bachri
di atas sebagaimana yang saya maksud. Mungkin ada yang jauh lebih
mendalam dari sebatas itu. Namun bukan poin tulisan ini agar makna atas
itu tuntas di bahas. Sebab sesungguhnya yang mau ditonjolkan adalah
pertanyaan ini: kotak katik kata di tangan seorang penyair, apakah itu?
Suatu ketika Sutardji Calzoum Bachri
menjawab (dalam Gelak Esai & Ombak Sajak Anno 2001, Penerbit Buku
Kompas, Juni 2001) dalam esainya yang berjudul ‘kata-kata’ bahwa
perjalanan puisi Indonesia modern sampai sekarang adalah perjalanan
meraih kebebasan. Kebebasan yang dimaksud tidak hanya kesanggupan sang
penyair memaknai dunia sekitarnya secara bebas, tetapi juga terhadap
kata-kata.
Terhadap kata-kata sang penyair diminta
peka dan peduli. Karena sesungguhnya kata itu sendiri adalah sebuah
situasi yang juga misteri. Sampai-sampai Bachri menegaskan “Ada baiknya
kalau penyair memanfaatkan (menciptakan) misteri kata-kata untuk
menampilkan misteri kehidupan sehari-hari atau menggabungkan misteri
kata-kata dengan misteri kehidupan…” Inilah rahasianya, mengapa kata
lantas diutak-atik seenak perut oleh seorang penyair.